19.48

LISTYA ...

Pagi-pagi, ketika fajar di ufuk timur telah mulai menampakkan kemerahan, harusnya kehangatan merayap menyergap. Tapi, pagi ini di awal kemarau ini hawa dingin begitu lekat mendekap. Di sebagian rumah terdengar alunan ayat Suci Al-Qur'an, sebuah episode waktu yang idealnya membuat nyaman setiap insan. Di sebagian rumah lain lebih banyak aktifitas di dapur. Di sebagian rumah yang lain lagi, tak sedikit yang masih berkemul selimut, masih bermanja dengan mimpinya. Hawa dingin pagi ini menjadi alasan pembenar bagi mereka, terlebih ini Hari Minggu ....

Satu diantaranya ...
"Say, bangun yuk ! Sholat Shubuh dulu, kamu tadi ngga ngikut jamaah bareng Bunda kan?"
Anak perempuan yang sedang dibangunin Bunda ini masih khusyuk dengan tidurnya, enggan beranjak. Ia hanya menjawab dengan erangan :
"Aaggrrhh ...sebentar Bun, masih dingin nih!"
"Ih ...kamu ini! Anak perempuan kok males bangun pagi gini, keburu matahari meninggi lho"
"Udah ah, sana cepetan bangun, nanti Bunda laporin ke ayah lho" paksa Bunda sambil menarik selimut yang membuainya.
"Bunda ini apaan sih ?" anak ini berusaha menahan selimutnya.
"Lagian ayah kan keluar kota, Bunda jangan sok dikit2 lapor ke ayah deh. Bikin Listya tambah kesel aja!" anak ini bersungut-sungut, jelas sekali nada kesal ke Bundanya.



Hening sesaat, lengang tepatnya ! Anak perempuan ini terbangun tapi belum beranjak dari kamar. Dia masih pasang muka cemberut sambil duduk di pinggir tempat tidur, seolah tak memperdulikan Bundanya yang sibuk merapikan selimut dan tempat tidurnya. Sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban sendiri anak perempuan ini.

"Oohh ...sepertinya Listya masih marah sama Bunda soal kemarin ya? Ehmmm ...yang tentang beli majalah komik itu?" selidik tanya dari Bunda sambil tetap merapikan kamar anak tersayangnya ini.
"Ihh ... Bunda ini, ngga usah ngomongin itu lagi !" jawabnya ketus, tetap belum beranjak dari bibir tempat tidur.
"Okey  ...kalo Listya masih marah ke Bunda. Tapi cepetan shubuh dulu sana, keburu matahari meninggi bukan lagi shubuh tapi malah dhubuh, alias dhuha-shubuh" timpal Bunda mencoba bercanda sambil berusaha mengelus rambut kepala Listya.
Listya masih tetap dengan muka yang ditekuk2. Mulutnya manyun bersungut sepertinya bisa dikucir. Tampangnya kali ini lebih parah dibanding muka anjing Pittbull yang kulitnya berlipet2 seperti di gambar2 selama ini ...parah deh !

Pagi itu ... sejenak kabut tipis yang sedari tadi menggelayut belum sepenuhnya menghilang. Matahari sepertinya juga belum sumringah bersinar. Masih males2 tertutup kabut tipis. Di luar sana, hampir semua makhluk melakukan ritualnya masing2. Burung-burung putih sejenis bangau sudah beriring terbang menuju sawah. Bunga2 mulai mekar berseri, warna-warni terhiasi tetesan embun. Sebagian kupu telah terbang mengitarinya, sepertinya belum nampak lebah2 pengambil madu ... Ah, sepertinya sebagian besar makhluk-Nya telah melakukan ritualnya masing2 sambil selalu bertasbih kepada-Nya dalam setiap detiknya.
Pagi ini, semua ritual makhluk di luar sana seperti tak berpengaruh sama sekali terhadap Listya. Di dalam kamar itu, Listya kembali merebah di tempat tidur, tetap cemberut. Pintu kamar pun ditutup rapat bahkan dikunci dari dalam seolah tak mengimnginkan siapapun masuk mengganggu kemurungannya.

"Tok ..tok ... Listya !" suara Bunda mengetuk pintu kamar dari luar.
"Susu hangatnya sudah Bunda siapin di meja, diminum dulu sayang ..." rayu Bunda dari luar kamar.
Tak ada suara jawaban dari dalam kamar. Listya tetap cemberut di atas tempat tidur, bahkan seolah berusaha menutup muka dan telinganya dengan bantal.
Tak berhasil merayu putri semata wayangnya tersebut Bunda beranjak melanjutkan aktifitas di dapur. Hingga sekitar dua - tiga jam kemudian setelah sebagian aktifitas Bunda kelar, khususnya nyiapin menu sarapan pagi, Listya belum nampak keluar dari kamar.
"Listya, sarapan dulu bareng Bunda yuk" ajak Bunda tetep dari luar kamar sebab masih rapat terkunci dari dalam. Tetep ngga ada jawaban.
"Apa mungkin pingin disuapin nih? Ngga papa sih Bunda juga kangen nyuapin putri tersayang kok" Bunda berusaha bercanda merayu.
"Males !!" teriakan ketus dari dalam.
“Pokoknya ngga ! Listya ga mau makan sebelum majalahnya dapet !” sambungnya tetep dengan nada marah.
“Majalah komiknya Bunda ganti ya? Yang lain aja, lagian kamu kan tau kalo Ayah ga mau kamu baca majalah komik kaya gitu” kata bunda berusaha memberi alternatif.
“Terserah Bunda lah ! Pokoknya majalah remaja !” jawab Listya
“Tapi kamu sarapan dulu ya, itu juga susunya dah ga anget lagi”
“Ngga mauuu ... Titik !!!” suara Listya masih tetap dengan nada marah.
“Astaghfirullah Listya, ke Bunda kok gitu ... kamu kan udah gede, kok masih kayak anak kecil gitu” Bunda mulai gusar dengan kelakuan putri tunggalnya itu.
“Biarin ! Listya juga tau kalo udah gede jadi bunda jangan ngatur2 Listya lagi donk. Harusnya Listya bisa kayak temen2, boleh baca apa aja, lagian kan bukan majalah porno!” cerocos Listya dari dalam kamar.
“Ya udah nanti Bunda cariin. Susah ngomong sama kamu” sambung Bunda memilih ngalah sambil berlalu meninggalkan pintu kamar Listya. Bunda hanya bisa geleng2 kepala menghadapi kelakuan putri semata wayangnya tersebut yang masih kolokan seperti itu.
............................................

“Bunda jadinya kapan beli majalahnya? Katanya hari ini, mana?” tanya Listya ke Bunda sesaat setelah Bunda selesai membaca Al-Qur’an selepas maghrib.
“Tunggu besok ya, maaf Bunda tadi ga sempat beli, lagian kan harus ke agen koran deket perempatan kota sana” jawab Bunda sambil melepas mukena yang telah dipakainya sholat dan mengaji tadi.
“Ah ..Bunda ini cuman alasan mlulu ! jangan2 Bunda bo’ong lagi !” ketus Listya sambil meraih remote control TV dan menyalakannya. Padahal kesehariannya di keluarga ini jarang diperbolehkan menyetel TV antara waktu maghrib sampe isya’.
“Ya Allah kok suudzon sama Bunda to ... Bunda janji beliin kok. Nih uangnya udah disiapin” jawab Bunda tetap berusaha bersabar meladeni Listya yang pada dasarnya keras kepala ini.
“Pokoknya besok harus sudah ada sepulang Listya sekolah!”
“Insya Allah ...sekarang kamu makan dulu sana, seharian tadi kan kamu ga makan” sambung Bunda mengkhawatirkan Listya.
“Ya udah deh, tapi janji bener lho Bun ?!” kata Listya memastikan Bundanya.
“Astaghfirullah nih anak ...Insya Allah !” jawab Bunda mulai gemes.

Sebenernya ada rasa galau di hati Bunda menghadapi kelakuan keras kepala Listya putri tersayangnya ini. Tapi kegalauan itu tak pernah mampu membuatnya marah. Baginya, kemarahan tak mampu selesaikan masalah. Dan kemarahan tak banyak memberi efek positif bagi putrinya ini. Bunda lebih memilih menahan diri, paling2 beristighfar dan bersabar dengan kelembutan kasih sayangnya ....
.........................................

Malam itu terasa begitu senyap. Hawa dingin masih lekat menyergap. Semua lelap terbungkus selimut dan terbuai mimpi masing2. Tidak bagi Bunda yang tetap mampu istiqomah terbangun di sepertiga malam untuk bersujud dan bertahajud. Begitu pun malam itu. Di bawah temaram lampu ruang sholat rumah itu Bunda terisak berdoa :

“Yaa Allah ...ampuni Listya .....lindungi .......”
“Jagalah dia .....”
“Aku memohon kepadaMu ......”
“Yaa Allah ....”

Tak jelas terdengar isi doa Bunda. Doa itu beberapa kali tersendat oleh isak tangisnya sendiri. Bunda masih menangis anggun. Biarpun begitu hampir dipastikan doa tadi dipanjatkan atas kegalauannya menghadapi kelakuan putrinya akhir2 ini.

Di belakangnya ...di remang ruangan sholat tadi, berdiri Listya yang sesaat sebelumnya terbangun haus mengambil minum. Gemetar mendengar haru tangis Bunda. Tanpa sadar, Listya pun meleleh air matanya. Listya menangis tanpa suara. Tangisan doa Bunda jelas ditujukan untuknya, biarpun hanya sepotong2 suara Bunda yang terdengar jelas dalam doa tadi. Bergegas Listya kembali menuju kamarnya kembali. Tak terbendung lagi tumpahan air matanya. Kesadaran sanubarinya seperti tersentak oleh isak tangis Bunda yang telah memilih mengadu langsung kepada Yang Maha Kuasa. Listya membayangkan betapa sakit perasaan Bundanya menghadapi kekanakannya akhir2 ini. Semakin dia mengingatnya semakin deras air mata mengalir membasahi bantal yang sengaja dia gunakan untuk menutup suara tangisnya.

Shubuh kala itu Listya berjamaah dengan Bundanya, dan tanpa diingetin Bundanya Listya mengambil mushaf Al-Qur’an untuk dilantunkannya. Dia memilih Surat Ar-rahman untuk dibacanya, bukan melanjutkan bacaan yang sudah ditandai dua hari sebelumnya.

Tanpa diminta, Listya pun membantu mencuci gelas piring di dapur. Sesudahnya dia bergegas mandi dan berganti seragam sekolah. Aura wajahnya begitu sumringah cerah, berbeda 180 derajat dari hari kemarin. Sebenernya Bunda bertanya2 dalam hati atas perbedaan tersebut tapi Bunda lebih memilih menahan diri. Kalo kemarin yang dateng syetan pastilah yang sekarang berganti malaikat yang melingkupi hati Listya, begitu kira2 yang dipikir Bunda.
“Sarapannya udah dihabisin say? Siap berangkat?” tanya Bunda tak menunjukkan keheranannya atas perubahan kelakuan Listya pagi itu.
“Udah Bun, makasih ya ...” seraya mencium tangan Bunda.
Sesaat sebelum beranjak berangkat, Listya kembali berlari balik ke Bunda dan berucap :
“Ee ...iya Bun, sebentar !” sejurus kilat Listya sudah kembali di hadapan Bunda.
“Ada apa lagi?” tanya Bunda keheranan, mungkin Listya pingin ngingetin lagi tentang majalah komik, begitu yang ada di pikiran Bunda.
“Ehhmm ....Bunda, Listya ga usah dibeliin majalah komik ga papa. Uangnya Bunda simpen ato dipake keperluan yang lain aja deh” kata Listya dengan raut muka riang.
“Lha emang kenapa, nih ceritanya terlanjur ngambek ato gimana?” tanya Bunda.
“Kemarin aja mintanya sampe segitu maksanya?” sambung Bunda tetep dengan nada heran.
“Ngga kenapa napa kok Bun, kayaknya sayang aja duitnya cuman dipake beli gituan” jawab Listya meyakinkan Bundanya.
“Ya  udah terserah kamu aja deh ...yang penting Bunda udah punya iktikad beliin lho” timpal Bunda.
“Thanks Bun, maafin Listya ya, Listya sayaaaanggg banget ma Bunda” sambil peluk n cium pipi kanan kiri Bunda.

Sebenernya banyak tanya dalam benak Bunda melihat tingkah polah putri tersayangnya ini. Dan memang Bunda ga tau kejadian semalam yang telah jadikan Listya berubah pagi tadi. Bunda lebih menikmati rasa nyaman di hatinya ...rasa syukur, doanya telah terbayar kontan oleh Allah Yang Maha Sayang .....

0 komentar:

Posting Komentar